“Menemukan Hati yang Tenteram di Tengah Kesibukan Dunia (Inspirasi dari Gus Baha)”

 

Menemukan Hati yang Tenteram di Tengah Kesibukan Dunia – Inspirasi Gus Baha
KH Ahmad Bahauddin Nursalim Gus Baha sedang mengisi kajian

Menemukan Hati yang Tenteram di Tengah Kesibukan Dunia – Inspirasi Gus Baha

Diperbarui: Oktober 2025 — Artikel inspiratif berdasarkan nilai-nilai dakwah Gus Baha (KH Ahmad Bahauddin Nursalim).

Dalam kehidupan modern yang serba cepat, manusia semakin terikat dengan rutinitas: berangkat pagi, pulang malam, tenggelam dalam pekerjaan dan tuntutan sosial. Tak jarang, hati terasa hampa dan pikiran penuh beban. Dalam situasi seperti ini, nasihat dari KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang akrab dikenal Gus Baha hadir sebagai penyejuk: “Hidup ini jangan dijalani dengan tergesa, tapi dengan kesadaran bahwa semuanya dari Allah dan untuk Allah.”

Artikel ini mengulas pelajaran penting dari Gus Baha tentang bagaimana menemukan ketenangan hati di tengah kesibukan dunia. Sebuah refleksi Islami yang relevan bagi siapa pun — pekerja kantoran, pelajar, ibu rumah tangga, hingga pemimpin — agar tidak kehilangan arah di tengah hiruk-pikuk kehidupan.

1. Menemukan Makna Hidup di Balik Aktivitas Sehari-hari

Gus Baha sering menjelaskan bahwa manusia sering sibuk tanpa arah. Bekerja keras, tetapi lupa untuk apa. Menurut beliau, inti dari ketenangan adalah memahami makna di balik setiap aktivitas. “Kalau kamu bekerja karena Allah, tidak akan lelah. Tapi kalau karena gengsi, kamu akan capek lahir batin,” tuturnya dalam salah satu pengajian di Rembang.

Allah berfirman:

“Katakanlah, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS Al-An’am 6:162)

Ayat ini mengingatkan bahwa seluruh kegiatan manusia — termasuk bekerja — dapat bernilai ibadah jika diniatkan karena Allah. Ketika niat kita lurus, bahkan pekerjaan yang berat terasa ringan, karena hati tahu arah dan tujuan akhirnya.

2. Hati yang Hidup Tidak Akan Mudah Gelisah

Dalam banyak ceramahnya, Gus Baha menekankan pentingnya hati yang hidup (*qalbun hayyun*). Ia sering berkata, “Kalau hatimu hidup, dunia ini kecil. Tapi kalau hatimu mati, hal kecil bisa membuatmu stres.” Hati yang hidup akan mudah menerima takdir dan tidak mudah cemas menghadapi perubahan.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Ketahuilah, di dalam tubuh manusia ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuh; jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuh. Itulah hati.” (HR. Bukhari & Muslim)

Menjaga hati berarti menjaga pusat ketenangan. Caranya bukan dengan menghindari dunia, tapi dengan menata hubungan dengan Allah di tengah dunia.

3. Dzikir: Jembatan Ketenangan di Tengah Kesibukan

Banyak orang merasa jauh dari Allah karena sibuk bekerja. Padahal, menurut Gus Baha, dzikir tidak selalu harus di masjid atau dalam majelis resmi. Dzikir bisa dilakukan sambil bekerja, mengemudi, memasak, bahkan ketika menatap laptop. “Kalau lidahmu terbiasa menyebut nama Allah, hidupmu akan tenang. Karena dzikir itu seperti nafas bagi hati,” katanya.

Allah menegaskan dalam Al-Qur’an:

“Alaa bidzikrillaahi tathmainnul quluub — Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS Ar-Ra’d 13:28)

Dzikir menyalakan cahaya batin. Dalam kondisi sibuk, ia menjadi tali pengikat agar kita tetap sadar akan kehadiran Tuhan. Bahkan satu kalimat “Alhamdulillah” di sela-sela pekerjaan bisa menjadi penawar stres.

4. Kerja Sebagai Bentuk Ibadah Sosial

Gus Baha sering mengingatkan bahwa kerja bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk maslahat orang lain. “Kalau kamu kerja cari rezeki halal, memberi nafkah keluarga, dan tidak menipu, itu ibadah. Allah menghitungnya sama seperti shalat sunnah.”

Beliau mencontohkan para sahabat yang bekerja keras namun tetap ikhlas. Mereka tahu bahwa rezeki bukan sekadar gaji, tapi keberkahan. Maka, kerja menjadi jalan menuju ridha Allah, bukan sekadar mengejar dunia.

Dalam satu ceramahnya, Gus Baha menyindir lembut kebiasaan orang modern yang sibuk tapi jarang bersyukur: “Kamu sudah punya pekerjaan, punya keluarga, punya makan — tapi masih mengeluh. Itu tandanya bukan Allah yang kamu cari, tapi kesempurnaan dunia. Padahal dunia memang tidak sempurna.”

5. Menyikapi Masalah dengan Ilmu dan Lapang Dada

Ketenangan tidak datang dari keadaan yang sempurna, tapi dari cara kita memaknai keadaan. Gus Baha mengatakan, “Kalau kamu punya ilmu, kamu tidak akan panik. Karena kamu tahu semua yang terjadi ada hitungannya.” Artinya, orang yang berilmu tahu bahwa setiap kesulitan sudah diatur Allah dengan kadar yang sesuai.

Allah berfirman:

“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (QS Al-Insyirah 94:6)

Ketika hati berilmu dan yakin akan janji Allah, masalah tidak lagi menjadi beban, tapi bagian dari pendidikan ruhani. Inilah yang dimaksud Gus Baha dengan *ngaji hati* — belajar memahami kehidupan dari sudut pandang Allah, bukan dari rasa cemas manusia.

6. Menjaga Keseimbangan Antara Akal dan Agama

Dalam berbagai forum, Gus Baha menegaskan pentingnya keseimbangan antara logika dan iman. Agama tidak menolak akal, dan akal tidak boleh lepas dari agama. “Kamu boleh pintar, tapi jangan sombong. Kamu boleh rajin ibadah, tapi jangan merasa paling suci,” ujarnya.

Beliau mencontohkan keseimbangan Rasulullah ﷺ: seorang pemimpin yang bijaksana, suami yang lembut, pejuang yang berani, sekaligus hamba yang tawadhu. Itulah teladan bagi kita: menggunakan akal untuk mencari solusi, dan iman untuk menjaga niat agar tetap lurus.

7. Menghadapi Perbedaan dengan Hati yang Lapang

Gus Baha dikenal sangat toleran dan santun dalam menyikapi perbedaan pendapat. Ia sering berkata, “Yang penting orang itu tidak menjelekkan Allah dan Rasul-Nya, biarkan dia beribadah dengan caranya. Islam itu luas, jangan kamu sempitkan.”

Dalam konteks modern, nasihat ini sangat relevan. Dunia kerja, media sosial, bahkan keluarga sering dipenuhi perbedaan pandangan. Jika kita belajar sabar dan menghormati perbedaan, hati menjadi lebih tenang. Sebaliknya, jika selalu ingin menang, kita justru akan terus capek secara batin.

8. Al-Qur’an Sebagai Obat Hati dan Pemandu Hidup

Menurut Gus Baha, Al-Qur’an bukan hanya kitab hukum, tapi juga sumber ketenangan. Ia sering mengatakan dengan bahasa sederhana: “Kalau kamu sedih, bukalah Al-Qur’an. Jangan cari hiburan yang menjauhkan dari Allah. Karena ayat-ayat Allah itu bisa menyembuhkan, bukan hanya tubuh, tapi juga jiwa.”

Beliau mencontohkan Surah Al-Insyirah sebagai pelipur lara: “Bukankah telah Kami lapangkan dadamu, wahai Muhammad? ... Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (QS Al-Insyirah 94:1-6) Ayat ini menegaskan bahwa setiap kesempitan pasti diikuti kelapangan. Maka, orang yang rajin membaca dan merenungkan Al-Qur’an tidak akan kehabisan harapan.

9. Istirahat Bukan Lalai, Tapi Bentuk Syukur

Gus Baha sering menertawakan cara sebagian orang memaknai produktivitas yang berlebihan. “Orang sekarang merasa bersalah kalau istirahat. Padahal Nabi saja tidur, sahabat juga beristirahat. Istirahat itu bukan malas, tapi menghargai nikmat tubuh.”

Dalam Islam, istirahat adalah bagian dari keseimbangan. Tubuh yang sehat dan hati yang tenang membuat ibadah lebih khusyuk. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sesungguhnya tubuhmu punya hak atasmu.” (HR. Bukhari)
Jadi, tidur cukup, makan yang halal, dan menjaga kesehatan juga termasuk ibadah jika diniatkan karena Allah.

10. Menjadikan Syukur Sebagai Gaya Hidup

Kunci terakhir dari ketenangan menurut Gus Baha adalah syukur. Ia mengatakan, “Orang yang pandai bersyukur tidak akan kehabisan nikmat. Karena setiap kali dia melihat, dia menemukan alasan untuk bersyukur.”

Allah berfirman:

“Jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS Ibrahim 14:7)

Syukur bukan sekadar ucapan “Alhamdulillah”, tapi kesadaran bahwa hidup ini milik Allah dan setiap detik adalah kesempatan untuk berbuat baik. Dengan syukur, hati terasa cukup meski dunia belum sempurna.

Penutup: Hati yang Tenang, Dunia yang Ringan

Menemukan hati yang tenteram bukan berarti hidup tanpa masalah, tapi mampu melihat masalah dengan mata iman. Gus Baha mengajarkan kita untuk selalu ingat Allah dalam setiap keadaan — sibuk maupun santai, senang maupun sedih. Karena selama hati terhubung dengan Allah, hidup akan terasa ringan.

Semoga kita semua diberi kema

Post a Comment

Previous Post Next Post