Melihat defisit anggaran Indonesia yang mencapai 1,35% PDB hingga Agustus 2025, dan perlambatan konsumsi domestik, pemerintah menggelontorkan stimulus hampir US$1 miliar. Stimulus ini mencakup bantuan beras, pekerjaan infrastruktur sementara, dan insentif pajak.
Di sisi lain, kesepakatan perdagangan baru dengan Uni Eropa (CEPA) yang akan ditandatangani di Bali akan membuka peluang besar bagi ekspor Indonesia—khususnya komoditas seperti minyak sawit, alas kaki, dan nikel. Kesepakatan ini diharapkan memacu investasi asing dan memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global.
Namun, tantangan besar tetap ada: menjaga disiplin fiskal di tengah defisit, memastikan stimulus tepat sasaran, dan memastikan standar lingkungan dan sosial dalam ekspor agar tidak menjadi penghambat. Dampak rupiah dan ketergantungan pada impor bahan baku juga menjadi perhatian.
